Persebaya Surabaya
Persebaya didirikan oleh Paijo dan M. Pamoedji pada 18 Juni 1927. Pada awal berdirinya, Persebaya bernama Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB). Pada saat itu di Surabaya juga ada klub bernama Sorabaiasche Voebal Bond (SVB), bonden (klub) ini berdiri pada tahun 1910 dan pemainnya adalah orang-orang Belanda yang ada di Surabaya.
Pada tanggal 19 April 1930, SIVB bersama dengan VIJ Jakarta, BIVB Bandung (sekarang Persib Bandung), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. SIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh M. Pamoedji. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. SIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1938 meski kalah dari VIJ Jakarta.
Ketika Belanda kalah dari Jepang pada 1942, prestasi SIVB yang hampir semua pemainnya adalah pemain pribumi dan sebagian kecil keturunan Tionghoa melejit dan kembali mencapai final sebelum dikalahkan oleh Persis Solo. Akhirnya pada tahun 1943 SIVB berganti nama menjadi Persibaja (Persatuan Sepak Bola Indonesia Soerabaja). Pada era ini Persibaja diketuai oleh Dr. Soewandi. Kala itu, Persibaja berhasil meraih gelar juara pada tahun 1950, 1951 dan 1952.
Tahun 1960, nama Persibaja dirubah menjadi Persebaya (Persatuan Sepak Bola Surabaya). Pada era perserikatan ini, prestasi Persebaya juga istimewa. Persebaya adalah salah satu raksasa perserikatan selain PSMS Medan, PSM Makassar, Persib Bandung maupun Persija Jakarta. Dua kali Persebaya menjadi kampiun pada tahun 1978 dan 1988, dan tujuh kali menduduki peringkat kedua pada tahun 1965, 1967, 1971, 1973, 1977, 1987, dan 1990.
Prestasi gemilang terus terjaga ketika PSSI menyatukan klub Perserikatan dan Galatama dalam kompetisi bertajuk Liga Indonesia sejak 1994. Persebaya merebut gelar juara Liga Indonesia pada tahun 1997. Bahkan Persebaya berhasil mencetak sejarah sebagai tim pertama yang dua kali menjadi juara Liga Indonesia ketika pada tahun 2005 Green Force kembali merebut gelar juara. Kendati berpredikat sebagai tim klasik sarat gelar juara, Green Force juga sempat merasakan pahitnya terdegradasi pada tahun 2002 lalu. Pil pahit yang langsung ditebus dengan gelar gelar juara Divisi I dan Divisi Utama pada dua musim selanjutnya.
Kejadian Kontroversial Persebaya
Selain itu, dalam perjalanannya, Persebaya beberapa kali mengalami kejadian kontroversial. Saat menjuarai Kompetisi Perserikatan pada tahun 1988, Persebaya pernah memainkan pertandingan yang terkenal dengan istilah "sepak bola gajah" karena mengalah kepada Persipura Jayapura 0-12, untuk menyingkirkan saingan mereka PSIS Semarang yang pada tahun sebelumnya memupuskan impian Persebaya di final kompetisi perserikatan. Taktik ini setidaknya membawa hasil dan Persebaya berhasil menjadi juara perserikatan tahun 1988 dengan menyingkirkan PSMS 3 - 1
Pada Liga Indonesia 2002, Persebaya melakukan aksi mogok tanding saat menghadapi PKT Bontang dan diskors pengurangan nilai. Kejadian tersebut menjadi salahsatu penyebab terdegradasinya Persebaya ke divisi I. Tiga tahun kemudian atau tahun 2005, Persebaya menggemparkan publik sepak bola nasional saat mengundurkan diri pada babak delapan besar sehingga memupuskan harapan PSIS dan PSM untuk lolos ke final. Atas kejadian tersebut Persebaya diskors 16 bulan tidak boleh mengikuti kompetisi Liga Indonesia.Namun, skorsing diubah direvisi menjadi hukuman degradasi ke Divisi I Liga Indonesia.
Perserikatan
- 1938 - Runner-up, kalah dari VIJ Jakarta
- 1942 - Runner-up, kalah dari Persis Solo
- 1950 - Juara, menang atas Persib Bandung
- 1951 - Juara, menang atas Persija Jakarta
- 1952 - Juara, menang atas Persija Jakarta
- 1965 - Runner-up, kalah dari PSM Ujungpandang (sekarang PSM Makassar)
- 1967 - Runner-up, kalah dari PSMS Medan
- 1971 - Runner-up, kalah dari PSMS Medan
- 1973 - Runner-up, kalah dari Persija Jakarta
- 1977 - Runner-up, kalah dari Persija Jakarta
- 1978 - Juara, menang atas PSMS Medan
- 1981 - Runner-up, kalah dari Persiraja Banda Aceh
- 1987 - Runner-up, kalah dari PSIS Semarang
- 1990 - Runner-up, kalah dari Persib Bandung
- 1994/1995 - Posisi ke-9, Wilayah Timur
- 1995/1996 - Posisi ke-7, Wilayah Timur
- 1996/1997 - Juara
- 1997/1998 - dihentikan
- 1998/1999 - Runner-up
- 1999/2000 - Posisi ke-6, Wilayah Timur
- 2001 - ?
- 2002 - Degradasi ke Divisi Satu
- 2003 - Juara Divisi Satu, Promosi ke Divisi Utama
- 2004 - Juara
- 2005 - Mundur dalam babak 8 besar (awalnya diskorsing dua tahun, namun dikurangi menjadi 16 bulan, dan kemudian dikurangi lagi menjadi degradasi ke Divisi Satu)
- 2006 - Juara Divisi Satu, Promosi ke Divisi Utama
- 2007 - Posisi ke-14, Wilayah Timur (Tidak lolos ke Super Liga)
- 2008 - Peringkat ke-4. Mengalahkan PSMS Medan dalam Babak Playoff lewat drama adu penalti. Kemudian, secara otomatis Persebaya lolos ke ISL.
- 2009 - dalam progres
Suporter Persebaya
Istilah Bonek, akronim bahasa Jawa dari Bondho Nekat (modal nekat), biasanya ditujukan kepada sekelompok pendukung atau suporter kesebelasan Persebaya Surabaya, walaupun ada nama kelompok resmi pendukung kesebelasan ini yaitu Yayasan Suporter Surabaya (YSS). Di persepak bolaan Indonesia, bonek banyak digambarkan sebagai pendukung yang sering membuat kerusuhan, dari mulai tidak membayar tiket kereta api, sampai bentrok dengan aparat keamanan dan pendukung kesebelasan lawan.
Istilah bonek pertama kali dimunculkan oleh Harian Pagi Jawa Pos tahun 1989,untuk menggambarkan fenomena suporter Persebaya yang berbondong-bondong ke Jakarta dalam jumlah besar. Secara tradisional, Bonek adalah suporter pertama di Indonesia yang mentradisikan away supporters (pendukung sepak bola yang mengiringi tim pujannya bertandang ke kota lain) seperti di Eropa. Dalam perkembangannya, ternyata away supporters juga diiringi aksi perkelahian dengan suporter tim lawan. Tidak ada yang tahu asal-usul, Bonek menjadi radikal dan anarkis. Jika mengacu tahun 1988, saat 25 ribu Bonek berangkat dari Surabaya ke Jakarta untuk menonton final Persebaya - Persija, tidak ada kerusuhan apapun.
Secara tradisional, Bonek memiliki lawan-lawan, sebagaimana layaknya suporter di luar negeri. Saat era perserikatan, lawan tradisional Bonek adalah suporter PSIS Semarang dan Bobotoh Bandung. Di era Liga Indonesia, lawan tradisional itu adalah Aremania Malang, The Jak suporter Persija, dan Macz Man fans PSM Makassar. Di era Ligina, Bonek justru bisa berdamai dengan Bobotoh Persib Bandung dan Suporter PSIS Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar